Powered By Blogger

Rabu, 22 Februari 2012

RISET DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

RISET DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN

Teknologi pembelajaran dibangun berdasarkan prinsip-prinsip yang ditarik dari teori belajar dan hasil penelitian dalam kegiatan pembelajaran. Belajar adalah proses yang kompleks yang terjadi pada semua orang dan berlangsung seumur hidup sehingga banyak teori yag berusaha untuk menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi. Berbagai teori belajar dan pembelajaran penting dimengerti dan diaplikasikan oleh guru, perancang pembelajaran dan pengembang program pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan konteks yang dihadapi. 
Bidang kajian belajar dan mengajar ini awalnya dengan mensintesiskan berbagai teori dan konsep dari berbagai disiplin ilmu lain ke dalam usaha terpadu atau dengan pendekatan isomeristik yaitu menggabungkan berbagai pemikiran dan disiplin keilmuan yang berkaitan dalam satu kesatuan yang lebih bermakna (Miarso, 2004: 62, 199). Menurut Seels & Richey (1994) beberapa disiplin ilmu yang menjadi akar intelektual teknologi pembelajaran adalah psikologi, rekayasa (engineering), komunikasi, ilmu computer, bisnis dan pendidikan (Miarso,2004: 200).
Riset dan pengembangan teknologi pembelajaran merupakan upaya memecahkan masalah pendidikan dan pembelajaran. Dalam aplikasinya mensyaratkan hal hal sebagai berikut :

1.      Dukungan teknologi dan infrastruktur
2.      Penguasaan dan pengetahuan dan keterampilan pengembangan konten
3.      Dukungan dan kebijakan dari pemerintah
4.      Kesiapan masyarakat pengguna atau user











BAB II
RISET DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PEMBELAJARAN

Dimensi praktik teknologi pembelajaran sejalan dengan perkembangan teknologi. Pada tahun 30-an ketika komputer elektronik pertama berhasil diciptakan, teknologi pembelajaran berkembang pesat sejalan dengan teknologi tersebut. Fenomena yang juga banyak disebut sebagai revolusi digital inilah yang mampu meyakinkan banyak orang bahwa peradaban umat manusia akan segera memasuki sebuah era baru yang diintrodusir sebagai informasi.
Menurut Seels dan Richey (1994), seiring dengan perkembangan pesat teknologi pembelajaran tersebut, berkembang pula tempat kerja para teknolog pembelajaran. Hal ini juga mempunyai dampak terhadap keyakinan, nilai-nilai dan prioritas dalam bidang teknologi pembelajaran. Teknologi pembelajaran telah berkembang dari sekedar keterampilan menjadi profesi dan kemudian menjadi bidang kajian.
Riset dan pengembangan Teknologi pembelajaran dibangun berdasarkan prinsip yang diambil dari berbagai teori dengan cara :
1.      Merumuskan tujuan pendidikan dengan teliti dan spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati, sehingga dapat diukur keberhasilan tujuan pendidikan
2.      Meneliti pengetahuan keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki anak didik yaitu entry behavior, sebagai dasar pelajaran baru shg diketahui kemajuan yg dicapai berkat proses mengajar-belajar
3.      Menganalisis bahan pelajaran yang akan disajikan dalam bagian yang dapat dipelajari dengan mudah
4.      Berdasarkan analisis bahan pelajaran menentukan :
a.       Urutan mempelajari bahan itu agar tercapai hasil belajar yang optimal
b.      Strategi yang paling tepat untuk menyampaikan atau menyajikan bahan itu
5.      Mengujicoba program itu untuk menentukan kelemahannya
6.      Mengadakan perubahan, perbaikan atau revisi untuk meningkatkan mutu program itu

 A.     Tokoh pengembangan teknologi pembelajaran
1.      Edward L. Thorndike (1874-1949) menghasilkan sejumlah “Hukum Belajar”. Diantaranya Law of Effect. Menurut Hukum itu belajar akan lebih berhasil jika respon murid terhadap suatu stimulus segera disertai dengan rasa senang atau rasa puas disebut reiforcement. Reiforcement memperkuat hubungan stimulus dengan respon.
2.      Sidney L. Pressey menghasilkan program pendidikan yang terdiri dari serentetan tugas yang disebutnya software dan disamping itu ia juga menghasilkan teaching machine sebagai hardware, dengan menggunakan test objektif dengan lembar jawaban yang dapat diperiksa sendiri secara otomatis
3.      Ivan Pavlon (1849-1936) menghasilkan percobaan dengan anjing untuk mempelajari proses belajar secara ilmiah dengan memberikan stimulus. Misalnya anjing diberikan makanan sebagai stimulus pertama lalu anjing mengeluarkan air liur karena ingin makan. Stimulus kedua anjing diberikan makan sekaligus diberikan tanda lonceng, lalu diamati perilakunya.
4.      B.F. Skinner menghasilkan teori conditioning dengan menerapkan stimulus. Kemudian Skinner menghasilkan teori yang terkenal dengan sebutan Linear programming (programmed learning).
5.      Norman C. Crowder mengadakan variasi dalam pelajaran programa untuk memperhatikan perbedaan individual dengan mengembangkan branching program(program bercabang), ia mengembangkan teori lebih besar dan lebih luas daripada linear programming
6.      Gordon Pask menggunakan komputer dalam mempelajari berprograma. Komputer lebih mampu untuk menyesuaikan program dengan kecepatan pelajar, baik yang cepat maupun yang lambat.
7.      Herbert Spencer (1860), yang dapat merumuskan tujuan pendidikan dengan membuat kurikulum yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Herbert Spencer merumuskan 5 tujuan pendidikan, (1) Kegiatan demi kelangsungan hidup, (2) Usaha mencari nafkah, (3) Pendidikan anak, (4) Pemeliharaan hubungan dengan masyarakat dan negara, dan (5) Penggunaan waktu senggang
8.      Franklin Bobbit, dalam bukunya How to Make a Curiculum (1942). Franklin Bobbit merumuskan tujuan pendidikan 10 kelompok kegiatan utama yang banyak kesamaannya dengan Herbert Spencer. Tujuan pendidikan lebih terarah setelah munculnya kurikulum, yang didasarkan pada penelitian. Gerakan Franklin Bobbit ini disebut sebagai Gerakan Ilmiah, dalam pembinaan kurikulum dan metode Franklin Bobbit ini disebut metode yang sistematis untuk merumuskan tujuan pendidikan dan dirumuskan dalam tujuan-tujuan yang lebih terinci.
9.      Ralph Tyler (1951) dalam bukunya Basic Principles of Curriculum and Instruction. Buah pikiran Ralph Tyler ini belum sempat berkembang seperti yang dibuat oleh Herbert Spencer.
10.  Benjamin S. Bloom, cs (1956) yang terkenal dengan sebutan Taxonomy Bloom. Bloom cs menerbitkan dua buku pertama yakni The Taxonomy of Educational Objective, Cognitive Domain (1956) dan The Taxonomy of Educational Objective : Affective Domain (1967)      Namun untuk Psikomotorik belum juga diterbitkan oleh Bloom cs.    Oleh Bloom cs seorang guru harus atau diwajibkan untuk membuat Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional (PPSI). Bloom cs menerapkan prinsip teknologi pendidikan
Yang terkenal dari Bloom Cs, adalah analisis dalam bidang kognitif. Mereka membuat 6(enam) kelompok, yaitu :
a.       Knowledge (pengetahuan)
b.      Comprehension (pemahaman)
c.       Application (penerapan)
d.      Analysis (analisis)
e.       Synthesis (sintesis)
f.        Evaluation (penilaian)
Manfaat Taxonomy Bloom
a.       Memperlihatkan luas dan macam tujuan pendidikan yakni yang bersifat kognitif, afektif dan psikomotor
b.      Mewujudkan tingkatan dalam tujuan tiap katagori atau pengajaran
c.       Memberi pedoman untuk mengklasifikasi pertanyaan atau soal-soal test, sehingga meliputi seluruh bidang dari yang rendah sampai yang tinggi
11.  Florence B. Stratemeyer, H.L. Forkner, dan Mckim.
Mckim dalam bukunya Developing a Curriculum for Modern Living (1964) mengadakan analisis yang cermat mengenai tujuan pendidikan sampai pada tujuan-tujuan khusus berupa pengetahuan sikap, cara kerja, dan lain-lain, yang diperlukan manusia dalam menghadapi persistent life problem.
12.  John Dewey, dikembangkan oleh Jerome Bruner
John Dewey mengembangkan metode penemuan. Metode penemuan untuk memperoleh hasil belajar yang lebih permanen, karena dicari sendiri oleh muridnya. Metode ini sering tidak semudah yang disangka dan banyak mengandung hal-hal yang belum jelas. Misalnya dalam metode ini perlu kita lihat adanya dua aspek yakni “belajar dengan menemukan” dan belajar untuk menemukan”

B.     Pengembangan teknologi pembelajaran di Indonesia

Pengembangan teknologi pendidikan di Indonesia antara lain Sistem pembelajaran yang inovatif, sistem pendidikan nasional. Sistem itu antara lain adalah Sekolah Dasar PAMONG (Pendidikan Anak oleh Masyarakat, Orang tua, dan Guru) Sekolah Dasar Kecil, SMP Terbuka, serta sistem pembelajaran jarak jauh yang sekarang ini telah dilaksanakan/direncanakan oleh berbagai lembaga pendidikan dan latihan seperti di Lembaga Pendidikan Perbankan (LPPI), PT Telkom, Departemen Kesehatan, Departemen Penerangan, Departemen Pekerjaan Umum, dan sebagainya. Berbagai komponen teknologi pendidikan seperti media, teknik pembelajaran, pengembangan pembelajaran, dan sebagainya telah pula dilakukan oleh lembaga pendidikan dan pelatihan, seperti misalnya di Pusdiklat TNI-AD dan AU, Balai Latihan Kerja Departemen Tenaga Kerja, Pusdiklat Garuda, Pusdiklat Bulog, dan sejumlah pusdiklat lain. Di kalangan perguruan tinggi teknologi pendidikan telah dan sedang dimanfaatkan di IPB, UNDIP, UGM, UNS, UNAIR, ITS, UNHAS, UNLAM, UNPATI, UNTAD, UNHALU, UNSRAT, UNCEN, UNY dan perguruan tinggi lainnya. Tak terhitung lagi pemanfaatannya di sekolah dasar dan menengah serta satuan pendidikan lain. Yang terakhir ini berkembang dengan adanya siaran televisi pendidikan.

C.     Peranan Guru dalam pengembangan teknologi pembelajaran

Dalam proses mengajar-belajar peranan guru tentu sangat penting, karena segala tindakannya akan diwarnai oleh perilaku guru tersebut. Apakah guru tersebut menunjukkan dedikasi tinggi dalam melakukan profesinya dan senantiasa bersifat kritis terhadap dirinya untuk meningkatkan mutunya sebagai pendidik.      Apakah guru tersebut terbuka bagi ide-ide baru dan bersedia mengadakan percobaan. Apakah guru tersebut suka akan anak-anak dan pemuda dan berusaha mendekatkan diri kepada mereka untuk memahami muridnya. Apakah guru tersebut menerima pribadi anak menurut keadaan masing-masing dan senantiasa memberikan semangat belajar atau memupuk rasa percaya akan diri sendiri.     Banyak lagi hal-hal yang turut membantu menentukan mutu dan suasana belajar yang dipengaruhi oleh pribadi guru
Demikian pula halnya dengan kemampuan guru untuk menggunakan berbagai metode pengajaran yang serasi menurut bahan yang diberikan.  Apakah metode pemberitahuan atau metode penemuan yang digunakan, hal ini banyak tergantung pada guru. Guru yang demokratis banyak menggunakan metode penemuan untuk mendidik anak berpikir sendiri atas tanggung jawab sendiri. Guru yang demokratis lebih mengutamakan proses belajar seperti cara-cara merumuskan tujuan, mencari bahan untuk memecahkan masalah. Penguasaan proses belajar merupakan alat yang paling vital bagi anak untuk melanjutkan pelajarannya pada lembaga pendidikan yang lebih tinggi, bahkan sepanjang hidupnya. Sebaliknya guru yang otoriter akan cebderung mengutamakan metode kuliah yang memaksa anak sebagian besar dari waktunya hanya mendengarkan saja. Guru yang otoriter lebih mengutamakan produk atau hasil belajar daripada proses belajar.       Keadaan lingkungan memaksa guru untuk lebih banyak mengutamakan metode kuliah, misalnya bila bahan pelajaran yang harus diselesaikan menurut kurikulum sangat banyak dan bila dari semua murid dituntut pengetahuan atau produk belajar yang sama yang dinilai pada ujian yang sama pula, membuat murid kesulitan terhadap nilai
Teknologi pendidikan menginginkan agar proses belajar itu dapat dikontrol atau dikendalikan antara lain, berusaha untuk menguraikan bahan pelajaran dalam urutan tertentu, sehingga pelajaran dilakukan secara sistematis langkah demi langkah sampai tercapainya tujuan pelajaran. Menurut penelitian ahli teknologi pendidikan tidak hanya satu jenis belajar tetapi ada bermacam-macam jenis. Tiap jenis belajar menginginkan cara belajar dan metode belajar yang khas dan serasi.          Tidak ada satu metode belajar yang serasi bagi semua jenis belajar
Teknologi pendidikan berusaha untuk menemukan jenis-jensi belajar, agar dapat ditentukan metode mengajar mana yang paling serasi untuk tiap jenis belajar berdasarkan penelitian.        Yang lebih baik dalam proses mengajar-belajar adalah menghilangkan sifat atau perilaku guru, agar murid lebih banyak menggunakan pola pikirnya bukan karena terpaksa oleh karena banyaknya bahan yang akan diajarkan berdasarkan kurikulum yang ada dan    Mutu pendidikan dapat ditingkatkan melalui melalui sifat kritis terhadap apa yang guru berikan atau yang guru lihat disekitarnya.
 



BAB III
P E N U T U P
 
Teknologi pendidikan berusaha untuk menemukan jenis-jensi belajar, agar dapat ditentukan metode mengajar mana yang paling serasi untuk tiap jenis belajar berdasarkan penelitian.
Riset dan pengembangan Teknologi pembelajaran dibangun berdasarkan prinsip yang diambil dari berbagai teori dengan cara :
1.      Merumuskan tujuan pendidikan dengan teliti dan spesifik dalam bentuk kelakuan yang dapat diamati, sehingga dapat diukur keberhasilan tujuan pendidikan
2.      Meneliti pengetahuan keterampilan, dan sikap yang telah dimiliki anak didik yaitu entry behavior, sebagai dasar pelajaran baru shg diketahui kemajuan yg dicapai berkat proses mengajar-belajar
3.      Menganalisis bahan pelajaran yang akan disajikan dalam bagian yang dapat dipelajari dengan mudah
4.      Berdasarkan analisis bahan pelajaran menentukan urutan mempelajari bahan itu agar tercapai hasil belajar yang optimal danStrategi yang paling tepat untuk menyampaikan atau menyajikan bahan itu
5.      Mengujicoba program itu untuk menentukan kelemahannya
6.      Mengadakan perubahan, perbaikan atau revisi untuk meningkatkan mutu program itu
Riset dan pengembangan teknologi pembelajaran merupakan upaya memecahkan masalah pendidikan dan pembelajaran. Dalam aplikasinya mensyaratkan hal hal sebagai berikut :
1.      Dukungan teknologi dan infrastruktur
2.      Penguasaan dan pengetahuan dan keterampilan pengembangan konten
3.      Dukungan dan kebijakan dari pemerintah
4.      Kesiapan masyarakat pengguna atau user


Kecenderungan Penelitian Teknologi Pembelajaran


Kecenderungan penelitian teknologi pembelajaran di masa datang memfokuskan pada penelitian yang mengkaji pengaruh interaksi antara variabel kondisi dan metode terhadap hasil pembelajaran (Degeng, 1989; Wiryokusumo, 1996). Penelitian teknologi pembelajaran (TP) ditandai adanya permasalahan kajian tentang hal-hal yang berkaitan dengan proses pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas. Ciri khas dari penelitian bidang teknologi pembelajaran adalah adanya kajian tentang penerapan rancangan, sajian dan evaluasi (yang semuanya berada dalam kelompok variabel metode pembelajaran—lihat gambar 2.4) dengan mempertimbangkan tujuan pembelajaran, karakteristik pebelajar, karakteristik materi pembelajaran untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran. Penelitian tentang pengaruh karakteristik pebelajar terhadap hasil belajar, yang tidak ada hubungannya dengar proses pembelajaran, lebih berada pada bidang penelitian psikologi (bukan penelitian bidang teknologi pembelajaran). Demikian pula penelitian tentang pengaruh manajemen persekolahan terhadap prestasi belajar pebelajar, lebih tepat berada pada bidang manajemen pendidikaan
Permasalahan Teknologi Pembelajaran (TEP) dapat dikaji baik dalam rancangan penelitian deskriptif maupun eksperimen. Yang membedakan antara penelitian TEP dan non TEP, adalah masalah yang dikajinya, bukan pada model rancangan penelitian yang digunakannya. Namun demikian rancangan penelitian "laboratorium" yang dipergunakan dalam bidang Teknologi Pembelajaran (sebagaimana permasalahan di bidang sasial yang lain) cenderung kurang sesuai dengan realitas pengelolaan belajar yang cukup kompleks. Ardhana (1993) menyarankan penelitian bidang Teknologi Pembelajaran lebih diarahkan pada pemecahan masalah-¬masalah praktis daripada sekedar memerikan keadaan, sehingga teori deskriptif lebih relevan daripada teori deskririf. Penelitian yang mengarah pada pengembangan teori-teori preskiptif merupakan bidang garapan yang belum banyak dijamah oleh para teknolog pembelajaran.
Miarso, (9993) menyatakan desain eksperimentasi pada penelitian pembelajaran dilakukan dengan pengontrolan variabel, menuntut kehati-hatian karena tidak mungkin membatasi variabel itu agar tidak terjadi  kontaminasi. Kalaupun dapat dibatasi, maka perlakukan itu menjadi kurang mempunyai arti karena terlalu amat sempit. Penelitian TEP itu melalui lima fase sesuai dengan fokus yang dipermasalahkannya, yakni (1) apa ada hasilnya, (2) seberapa besar hasilnya, (3) kondisi guna memperoleh hasil, (4) siapa akan memperoleh manfaat dan (5) mempermasalahkan secara komprehensif pembelajar dengan kondisi yang sebagaimana dapat memperoleh manfaat maksimal dalam kondisi tertentu. Pada saat yang lalu, sebagian besar penelitian TEP (yang dilakukan dengan rancangan eksperimen) didominasi pada hal-hal yang berkaitan dengan perancangan, penyajian dan pengelolaan pembelajaran yang dihubungkan dengan hasil belajar. Dengan kata lain, penelitian pembelajaran, saat itu umumnya mengkaji pengaruh metode pembelajaran terhadap hasil pembelajaran atau berada pada fase ketiga
Schramm (dalam Miarso, 1993) menyarankan agar penelitian diarahkan ke makna media pembelajaran. Suhardjono (1992) menyarankan arah dan kecenderungan masalah-masalah TEP yang layak diteliti hendaknya melangkah pada fase ke empat dan kelima. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak melakukan kajian terhadap sesuatu masalah yang telah 'kadaluwarsa" dan kurang bermakna. Penelitian yang mengkaji pengaruh  interaksi antara variabel kondisi dan metode terhadap hasil pembelajaran atau penelitian fase kelima perlu mendapat porsi lebih banyak.
Untuk membedakan skripsi atau tesis bidang TEP dan non TEP dapat dikemukakan secara konseptual, namun agak sulit membedaan secara operasional.